Penyiksaan Terhadap Hewan (Tikus) Percobaan Laboratorium?
Terkadang para peneliti melakukan tindakan menyakitkan pada tikus (hewan) percobaan seperti memberikan obat, memberikan penyakit buatan, membunuhnya kemudian mencincang dan memotong-motong untuk keperluan penelitian. Tentu saja penelitian ini untuk kemaslahatan manusia. Bagaimana pandangan Islam dalam hal ini?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utasimin rahimahullah membawakan kaidah umum,
هذه في الحقيقة يتجاذبها أصلان، الأصل الأول أن جميع ما في الأرض مخلوق لنا(( هو الذي خلق لكم ما في الأرض جميعاً)) فكل ما في الأرض فهو من صالحنا، هذا الجانب يرجح أن نجري التجارب على هذه الحيوانات وإن كانت تتألم لما في ذلك من المصلحة، وأما الجانب الآخر فهو نهي النبي صلى الله عليه وسلم عن تعذيب الحيوان وأمره بإحسان القتلة وإحسان الذبحة فالمسألة تحتاج إلى نظر ونسأل الله أن يلهمنا الصواب
“Hal ini pada hakikatnya saling berkaitan dua dasar. Dasar yang pertama bahwasanya semua yang ada di bumi diciptakan untuk kita (manusia). Allah Ta’ala berfirman,
“Dialah yang menciptakan untuk kalian apa yang ada di bumi seluruhnya”
Maka seluruh yang ada di muka bumi adalah untuk kemashlahatan kita. Dari sisi ini maka boleh melakukan berbagai percobaan pada hewan walaupun hewan tersebut merasakan kesakitan, jika dalam hal tersebut terdapat kemashlahatan.
Adapun dari sisi yang lain yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita menyiksa hewan dan memerintahkan membunuh dan menyembelih dengan cara yang baik. Maka permasalahan ini membutuhkan pertimbangan dan pemikiran. Semoga Allah menunjukkan kebenaran kepada kita.”[1]
Syaikh Abdul karim Al-Hudhair ditanya,
: هل يجوز للمسلم أن يشرح حيوانات مثل الفئران لأغراض علمية وإن كان كذلك فما حكم الخنزير ؟؟؟
“Apakah diperbolehkan bagi seorang muslim memotong/mencincang hewan semisal tikus dan kelinci untuk tujuan penelitian ilmiah, juga apa hukumnya pada hewan seperti babi?
Beliau menjawab,
الجواب : الحمد لله ، لا مانع من تشريح الحيوانات والحشرات وغيرها لأغراض علمية للمصلحة الراجحة ، وكذلك تشريح الآدمي للتعلم ، شريطة أن لا يكون المشرح مسلما ، لأن حرمة المسلم بعد موته كحرمته في حياته ، وتشريح الخنزير لأغراض علمية لا بأس به ، وهو نجس فلا بد من مسه بحائل ، وإن احتيج إلى مباشرته فلا بأس على أن تغسل الأيدي بعده
“Alhamdulillah, tidak ada larangan untuk memotong/mencincang hewan, serangga dan hewan lainnya untuk keperluan penelitian ilmiah demi kemashalahatan yang lebih baik. Demikian juga pemotongan/cincang untuk proses belajar. Dan jika pemotongan (pembedahan) pada objek manusia maka hendaknya jangan menggunakan jasad seorang muslim, karena kehormatan seorang muslim setelah matinya sama dengan kehormatannya ketika hidup.
Adapun pemotongan/cincang hewan babi untuk tujuan ilmiah, maka tidak mengapa. Babi adalah najis, maka menyentuhnya harus dengan memnggunakan penghalang (sarung tangan). Jika butuh untuk menyentuhnya langsung maka tidak mengapa, nanti ia membersihkan kedua tangannya setelahnya.”[2]
Kesimpulan: boleh melakakukan berbagai percobaan kepada hewan percobaan untuk keperluan penelitian ilmiah demi kemashalatan manusia.
Semoga bermanfaat. Alhamdulillah
dr. Raehanul Bahraen, Mataram, 24 Dzulqo’dah 1433 H
Artikel www.Muslimafiyah.com
[1] Irsyadaat litthobibil Muslim hal. 12, bisa diakses juga di http://www.saaid.net/tabeeb/22.htm
[2] Sumber: http://islamqa.info/ar/ref/8509
Artikel asli: https://muslimafiyah.com/penyiksaan-terhadap-hewan-tikus-percobaan-laboratorium.html